“Katakanlah: jika bapak-bapak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu sukai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya."( QS At Taubah ayat 24)
Cinta adalah panggilan hati, ekspresi dan sebuah konsekuensi. Islam memandang hal ini sebagai cinta Ilahi, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para sahabat. Sebagai seorang muslim sebenarnya kita tidak perlu bingung mengartikan cinta, karena semuanya telah diatur dalam Al Quran dan Hadits. Islam menempatkan cinta sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat di atas. Dan Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang fasiq.
Berdasarkan ayat tersebut dapat kita buat hirarki cinta sebagai berikut: Mahabbatullah wa Rasulullah (mencintai Allah dan Rasul-Nya), Mahabbatunnaas (mencintai manusia) dan Mahabbatul maal (mencintai harta).
Dalam perspektif substansinya, mahabbatullah disebut sebagai cinta ilahi, cinta langit atau cinta primer, sedangkan mahabbatunnas dan mahabbatul mal disebut cinta makhluk, cinta bumi atau cinta sekunder. Al Jauziyah menggambarkan betapa tulusnya cinta melalui syairnya:
“Kupunya sekeping hati yang ditebari cinta
Karena cinta dia rela menghadap penyiksa
Cinta merebut dirimu dengan pengorbanan jiwa
Sedangkan dalam hubungannya dengan cinta makhluk, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. telah memberikan nasehat kepada kita: “Cintailah kekasih Anda sekadarnya saja, karena bisa jadi pada suatu hari dia akan menjadi orang yang membencimu. Dan bencilah orang yang membencimu sekedarnya saja, karena bisa jadi suatu hari dia akan menjadi kekasih Anda”.
Kita sering mengalami kesulitan untuk mendefinisikan cinta. Seperti syair lagu Michael Bolton “…you don’t know what is love...”. Karena terlalu sulitnya memahami apa itu cinta, ada yang menyebut “cinta adalah misteri”.
Menarik memang membahas masalah cinta, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menerbitkan sebuah kitab cinta yang berjudul “Raudhah Al Muhibbin wa Nuhzah Al Musytaqin”. Kitab ini mengartikan cinta dalam tiga pengertian, yakni : seperti singa dan pedang, bencana besar,serta seperti arak yang memabukkan.
Dramatis memang pengertian cinta ini, seolah cinta itu tidak ada yang berkonotasi positif. Tiga pengertian ini menyatu di dalam cinta, sehingga muncul hampir enam puluh istilah untuk cinta, diantaranya adalah: kasih sayang (al-mahabbah), kerinduan (as sabwah), nafsu (al hawa), cinta yang membara (al jawa), sakit karena cinta (ad danafu), derita (al wasabu), kasih yang tulus (al wuddu) dan sahabat (al khilmu).
Tapi benarkah tidak ada definisi cinta yang baku sehingga kita selalu mencari dan bingung mengartikan cinta? Atau sebenarnya cinta adalah sesuatu yang sangat relatif sehingga bisa diartikan oleh siapa saja sesuai dengan keinginannya. Seperti yang sering disitir oleh para penyair ”biarkan cinta tetap cinta”?
Memahami apa itu cinta adalah sesuatu yang penting, karena kegagalan memahami cinta membawa kepada kesalahan mengekspresikan cinta dalam kehidupan ini. Kesalahan itu bisa berakibat fatal seperti kasus bunuh diri sepasang kekasih dan pembunuhan istri oleh suaminya sendiri atau pelanggaran moral etika seperti sepasang ABG mesra. Kasus ini setidaknya bisa menggambarkan cinta seperti pendapat Al Jauziyah. Dan itu hanya sedikit contoh dari sekian banyak kisah cinta yang ada.
Semoga dalam menjalani kehidupan yang fana ini, kita sebagai seorang muslim tidak terjerumus kepada cinta semu yang dapat menyeret kita ke dalam neraka yang berapi-api. Hanya dengan selalu dzikrullah, kita bisa terjaga dari cinta ini. Bila kita mampu mengatur perasaan cinta kita, tidak mustahil akan mencapai cinta Ilahi yang begitu nikmat dan mampu menyelamatkan kita dari api neraka.
Berbahagialah bagi orang yang dibukakan hatinya karena cinta, cinta yang membuatnya menjadi muslim yang selalu ingat akan Allah. Celakalah bagi orang yang dibutakan hatinya karena cinta, cinta yang akan membinasakannya.
Wallahu a’lam.