Thursday, March 19, 2009

firqah

Perpebedaan dan perpecahan

Hakikat perpecahan dan bahaya perbedaan pada ummat Islam

"Berjama'ah itu rohmat dan perpecahan adalah adzab"(HR Muslim)

Perpecahan yang terjadi diantara ummat islam, permusuhan antar golongan, dan terjadinya saling tahdzir adalah merupakan satu dari bentuk salah mengaplikasikan makna aqidah loyalitas dan berlepas diri (al wala wal baro). Setiap golongan yang mengatasnamakan perjuangannya untuk mengangkat derajat ummat Islam tahu persis tentang ukhuwah dan aqidah al wala wal bara.

Kita harus berhati-hati, jika kita tidak mau terjerumus dalam "kekafiran". Meskipun hal ini tidak jarang akan memperuncing hubungan antar golongan ummat islam sendiri, yang sangat mungkin sekali akan dimanfaatkan oleh pihak musuh, sehingga mereka tertawa riang melihat ummat islam saling tunjuk muka dan saling benci.

Dalam praktik pengkajian islam, kita tidak bisa terlepas dari ikhtilaf. Para imam dan ulama terdahulu pun, tidak terlepas dari ikhtilaf dan berbeda pendapat tentang suatu hukum. Tapi, hal itu tidak menjadikannya untuk saling mencabut simpati, semisal memperingatkan muridnya untuk tidak berguru dengan ulama yang tidak sefaham dengan apa yang difahami guru atau syaikhnya. Mengapa demikian? Karena para ulama tahu betul bahwa itu sudah menjadi sunnatullah, dan itu bukan suatu masalah besar yang harus menjadikan perpecahan diantara mereka.

Imam As Syafi’i berpendapat tentang disyariatkannya qunut dalam sholat shubuh. Pendapat ini tidak banyak diamini oleh ulama besar lain, tapi, siapa ulama yang mengatakan atau menghukumi beliau sebagai seorang ahlul bid’ah, atau penggagas ibadah baru tanpa contoh dari Rasulullah. Tidak demikian.

Sekarang, satu diantara keprihatinan yang terjadi adalah, menyikapi perbedaan dengan menjatuhkan vonis salah pada pihak lain. Ada lagi yang lebih ekstrim, tidak hanya sebatas menghukumi sebagai sebuah kesalahan, terkadang sudah sampai pada mengeluarkan pernyataan yang mampu memantik permusuhan. Sekali lagi, padahal itu adalah ikhtilaf.

Hal ini dapat memantik permusuhan dan sikap acuh tak acuh antar umat Islam karena biasanya hal itu dilakukan oleh seorang yang memiliki banyak pengikut atau jamaah. Sehingga, apa yang mereka keluarkan bisa menjadi kartu bagi jamaahnya untuk ikut memvonis orang yang tidak sejalan dengan pendapatnya. Atau lebih dari itu, terkadang hanya karena satu perbedaan, seorang ulama dianggap bukan lagi seorang ulama yang layak dihargai, malah layak dihujat dan diremehkan. Padahal, belum tentu kebenaran berada di pihak yang menjatuhkan vonis kepada ulama tersebut.

Seandainya pendapat Yusuf Qaradawi salah, maka itu adalah suatu hal yang wajar karena manusia tidak ada yang ma’shum, terbebas dari kesalahan. Lalu, apakah dengan kesalahan tersebut, kemudian semua pendapat beliau tertolak? Ataukah kepakaran beliau dalam fiqh waqi’, fiqh aulawiyat, dan pendapat-pendapat beliau yang lain menjadi tidak lagi diakui dan tidak bisa diikuti hanya karena beberapa kesalahan beliau dalam berpendapat? Itu apabila ternyata pendapat beliau adalah salah, bagaimana kalau sebaliknya?

Berpecah diatas perbedaan, apalagi masalah furu’ bukan merupakan solusi bagi semua pihak yang mengklaim sedang berjuang di jalan Allah untuk menegakkan Islam. Bagaimana mungkin kekuatan akan menjadi besar dan bersatu, ketika hanya dengan kesalahan yang sudah merupakan sunnatullah, antar satu dengan yang lain mengklaim bukan dari golongan kami? Mudah-mudahan Allah mengampuni kesalahan kita, dan menunjukkan kita kepada jalan yang lurus menuju keridhoanNya. Amin